Wednesday, September 30, 2015

Menikah Sesuai dengan Kemampuan Finansial Kita

Beberapa waktu yang lalu, seorang sahabat bercerita mengenai seorang teman kantornya (perempuan) yang berhutang hingga seratus juta untuk tambahan biaya resepsi pernikahannya, itupun tanpa sepengetahuan calon suaminya pula! Ckckck..! Dari cerita itu, akhirnya kami terlibat obrolan panjang tentang fenomena masyarakat Indonesia yang berlomba-lomba membuat resepsi pernikahan besar dan mewah. Bahkan cerita seperti di atas pasti banyak kita dengar di sekeliling kita. Memaksakan diri, bahkan hingga berhutang banyaaak hanya untuk sekedar membuat satu pesta besar. Parahnya, hal tersebut kemudian menjadi semacam kewajaran di masyarakat kita,  menjadi bagian budaya kita bahkan! Akibatnya, ketika orang berniat menggelar penikahan sederhana menjadi tampak salah di mata masyarakat. Salah satu bentuk tekanan sosial adalah diomongin orang.. haiisshh!

Siapa sih yang menebarkan virus2 gaya hidup boros di negri ini..? yang menebarkan virus2 bergaya hidup keren, tapi keropos (secara finansial), gaya hidup besar pasak daripada tiang.. Well, menurut saya, TV, internet dan media sosial adalah beberapa penyebabnya.. Ingatkah sewaktu beberapa waktu yang lalu ada selebriti yang menikah super mewah hingga diliput berlebihan di hampir semua stasiun tv, diekspose habis2an di berbagai koran, tabloid, dan majalah cetak dan online?? akibatnya menginspirasi masyarakat untuk susah payah mewujudkan pernikahan yang di luar kemampuannya .. (Saya tidak termasuk lho, ya..! heheheeh). 

Katanyaaa, untuk menggelar pernikahan yang 'sedang2' saja (ukuran kelas menengah Indonesia), biayanya tidak kurang dari 200 juta!! Kalau memang mampu, sudah dianggarkan, longgar secara finansial, saya pikir sah-sah saja! Boleh bangeeet! Orang mau syukuran acara penting, Insya Allah jadi moment sekali seumur hidup, jadi ajang silaturahmi keluarga, sahabat dan kolega, kok.. Masak nggak boleh.. Ya boleh banget donk! Tapiii... Yang SALAH BANGET adalah jika sebenarnya tidak mampu secara finansial untuk menggelar pesta pernikahan yang besar, mewah, keren, yang meriah tapi memaksakan diri hingga harus berhutang banyak untuk itu. Oucchh! Menurut saya, itu tidak keren sama sekali!

Kebayang nggak sih, setelah menikah masih harus memikirkan bagaimana membayar hutang-hutang yang banyak.. Padahal, banyak sekali dana yang dibutuhkan untuk memulai rumah tangga baru, sementara masih harus membayar hutang biaya pernikahan. Big No No, ahh! Kalopun punya tabungan dalam jumlah besar, menurut saya fokus utama justru untuk mempersiapkan kehidupan setelah menikah. Membeli rumah, misalnya.. Baru untuk membuat pesta pernikahan sesuai kemampuan.

Selain cerita sahabat saya tentang hutang untuk pernikahan temannya tadi, saya yakin pasti banyak di antara kita yang mendengar cerita serupa. Berhutang banyak untuk menikah atau mantu! Iyaaa, seringkali justru orang tua yang menginginkan pesta pernikahan besar untuk anaknya.. Heheheh.. Pesta sekian hari dengan upacara adat lengkap, mengundang ribuan undangan, dst.. Yaah, menyenangkan orang tua memang wajib hukumnya, tapi kalau kita coba jelaskan dan beri pengertian dengan baik, Insya Allah orang tua akan mengerti, kok..

Ketika belum lama ini kami menyiapkan pernikahan pun, saya sempet kepikiran dan deg2an juga dengan bagaimana komentar orang-orang nanti. Tekanan sosial terkadang memang kejaaam! Well, setidaknya saya sudah cukup terlatih dengan 'tekanan sosial' semacam itu.. bertahun2 ditanyain, diomongin, kapan nikah, dst. ada hikmahnya juga, ternyata.. Hehehe.. 

Sejak awal, saya dan Ardi sepakat untuk menikah sesuai dengan kemampuan finansial kami.  Dengan budget yang kami punya tersebut, barulah kami bergerak untuk menyiapkan pernikahan. Btw, budget pernikahan tersebut, 2/3 bagian dari Ardi dan 1/3 bagian dari saya.. ahahhaah.. iyaaa, saya juga termasuk makhluk yang "sedikiiit keren" di luar tapi keropos di dalam, boros, tidak pintar menabung, buruk dalam financial planning. Huhuhuu.. Untungnya, Ardi adalah seorang yang cukup baik dalam mengelola keuangannya, artinya tidak terlalu boros dan lumayan bisa nabung. Jadi, alhamdulillah lumayan menyeimbangkan keburukan saya. Dia pula yang 'meracuni' saya dengan ide untuk menikah sesuai dengan kemampuan, tidak berlebihan, tanpa hutang, dan ingat dengan prioritas penting, yaitu kehidupan berumah tangga setelah menikah itu sendiri.

Dalam beberapa postingan saya yang terkait dengan persiapan pernikahan pun, seringkali saya singgung bagaimana kami harus disiplin dengan "wedding budget" yang kami punya. Pun dengan pegangan rencana anggaran belanja untuk pernikahan yang telah kami susun dan rencanakan, tetap saja yang namanya over budget tidak terhindarkan. Untungnya, Ardi selalu mengingatkan saya tentang "ingat budget" tiap kali saya pengen nambah ini itu untuk mempercantik pernikahan kami karena terinspirasi, lebih tepatnya ngiler, dengan pernikahan orang2 yang cantik2 banget di berbagai akun instagram persiapan pernikahan yang saya ikuti.

Ternyata apa yang disampaikan Ardi benar sekali! Setelah menikah, ternyata memang buanyak juga expenses yang harus kami keluarkan.. Misalnya untuk mengisi rumah dan segala uba rampenya.. Biayanya lumayan juga, lho.. Kebayang saja, kalo kemarin saya tergoda untuk menyiapkan pesta pernikahan keren, yang secara finansial sebenarnya kami tak sanggup untuk mewujudkannya, tapi memaksakan diri hingga berhutang. Duuh, pasti saat ini kami harus fokus bayar2 hutang dulu, dan baru bisa pelan-pelan melangkah menata rumah tangga setelah melunasi hutang2 kami. Alhamdulillah, suami saya keren (halaah, muji2 suami sendiri!!).. Suami saya keren karena dengan teguh mengingatkan saya untuk menikah sesuai kemampuan dan menghindarkan diri dari berhutang hanya untuk sebuah pesta pernikahan.

Berdasarkan pengalaman saya, mempersiapkan pernikahan memang butuh efforts yang luar biasa.. dana, waktu, energi dan emosi. Memang sih, rasanya happy dan lega banget melihat keluarga besar berkumpul, sahabat dan teman2 baik datang, kolega2 dekat juga hadir dan punya kesan yang baik ketika menghadiri acara kita. Namun kemudian yang tersisa dari segala efforts yang luar biasa tersebut adalah kenangan manis. Apalah arti kenangan manis, kalau kehidupan yang kita jalani sekarang menjadi kurang manis. Halaaah.. opo sih??! ehehhee.. 


Biar acaranya sederhana, kalo keluarga besar bisa kumpul happy gini, bahagiaaaa banget rasanya! Di sini ada Mbah kakung saya yang telah berusia 90 tahun lebih lho.. Alhamdulillah.. Ini kenangan manis banget buat kami.. :)


Well, melalui postingan ini, Pesan Moral yang ingin saya sampaikan bagi yang sedang merencanakan pernikahan adalah Menikahlah Sesuai Kemampuan Finansial yang ada, Jangan memaksakan diri, Sebisa mungkin hindari hutang, jangan terlalu pedulikan apa komentar orang (toh yang menjalani hidup kita, emang orang lain mau bantu nambahin uang untuk bayar DP rumah, misalnya?) dan jalani semua dengan Happy, ya.. :)

3 comments:

  1. Wah mbak Dewi apa kabar? Selamat ya mbak...semoga pernikahannya penuh berkah...setuju sekali sama yg ditulis diatas... :-D

    ReplyDelete
  2. Mbak Afi, Alhamdulillah kabar sy baik.. 😊 mb Afi-pak Andi sekeluarga apa kabarnya? Putra mb Afi yg msh bayi wkt di Brisbane dulu, pasti skrg sdh besar ya?

    ReplyDelete
  3. Artilnya sangat menarik dan mudah dipahami. Apakah anda pernah dengar Laundry Premium Medan yang mengatasi masalah pada jas, kebaya dan songket ? saya sedang mencari dan menemukan website anda.

    ReplyDelete

Review Daycare TBB Sylva KLHK

Sejak usia 3 bulan dan Bunda harus mulai aktif ngantor, putri kecil kami diasuh oleh yangti-yangkungnya di rumah, dengan sedikit bantuan dar...